CERPEN #1

Haloo... guys :)) Lama ya nggak post di blog ini. Sepi... Biasa, sibuk kuliah hoho (kebanyakan alasan)

Now, I will not post about love or sindir-sindir :3
But... Story. Yap cerpen. Ini cerpen yang pernah aku buat.. Niatnya sih diikutin lomba. Eh, ternyata topiknya agak salah. Ya pasti kalah laaah... haha
Oke , selamat membaca :))

 The Exit

Daun berjatuhan lebih banyak. Pasrah pada tiupan angin kencang yang melempar mereka jauh dari pohonnya. Musim gugur kali ini berbeda dari musim gugur kemarin. Hawa dingin yang menusuk akibat angin kencang memaksa hampir seluruh penduduk kota ini menetap di dalam gedung. Entah di dalam rumah, kantor, sekolah atau dimanapun yang dapat melindungi mereka.
    Berbicara tentang rumah, seorang bocah lelaki sedang termenung di balik kaca jendela yang tertutup rapat-rapat. Dia sangat bosan harus seharian berada di dalam rumah. Tidak dapat bermain sepeda, menendang bola, bahkan berteriak saja tidak boleh. Takut adik kecil terbangun lalu menangis, kata Mama. Dia bingung harus melakukan apa. Dan akhirnya hanya termenung seperti ini, menatap halaman belakang rumah mereka yang sepertinya asyik jika bisa bermain disana, andaikata tidak ada angin kencang.
    Seandainya ada hal aneh terjadi hari ini, batin Si bocah lelaki. Dan tralala dalam sekejap doanya terkabul. Sebuah benda meluncur hebat dari atas. Jatuh tepat menimpa tanaman bonsai dalam pot milik Mama. Bukan hanya pot saja yang hancur, tapi tanah disekitarnya ikut hancur berantakan. Menimbulkan kepulan asap putih yang berasal dari benda tersebut bercampur dengan debu tanah.
    Si bocah lelaki melihat kejadian itu tepat di depan matanya. Beberapa kali dia mengedipkan mata, terheran akan benda apa yang jatuh tersebut. Tanpa banyak ba-bi-bu, dia langsung meluncur ke arah pintu depan, tentu suara sandalnya terdengar keras di rumah yang lengang ini ( hanya ada Dia, Mama dan adek kecil yang terjebak di rumah sekarang, Papa dan Kakek masih ada di rumah tetangga. Mereka masih terjebak disana akibat angin kencang yang datang tiba-tiba ini ).
    “Jere, jangan berisik !” teriakan Mama terdengar sampai ruang depan, saat Jere baru saja hendak membuka pintu depan, “Jangan keluar ya Jere, diluar angin masih kencang sekali !” Jere sempat berfikir sejenak. Ah iya betul juga. Kaki kecilnya berjalan menuju lemari tempat penyimpanan jaket. Segera diambilnya satu. Lantas segera lari keluar.
    Ketika pintu terbuka, angin bertiup kencang. Si bocah segera menutup pintu rapat-rapat. Dia segera lari menuju tempat benda tersebut jatuh. Kabut berangsur-angsur menghilang. Tampaklah sebuah... benda apa ini ? Ohya, dia sering melihatnya di serial tivi “ When Alien Come “, serial kesukaannya. Yap, sebuah piring terbang. Dan lebih menariknya lagi, dari ‘piring terbang’ tersebut keluarlah seorang gadis kecil, jauh lebih kecil darinya, hanya sebahu Si bocah lelaki. Rambut kucir dua pirangnya bergoyang saat dia menjulurkan telunjuknya kedepan, “ Namaku Iuri, Aku dari PlanetTamako “.
    Si bocah lelaki bingung harus bagaimana, akhirnya dia menggenggam telunjuk Iuri, “ Hai, aku Jeremy. Ah ya, kau bisa panggil aku Jere saja. “ Iuri mengangguk, “ Ya, Jere saja “
    “ Bukan.. bukan. Maksudku, Jere. “ Dia mengibas-ngibas tangannya. Iuri ternyata bodoh sekali, ah ya dia kan dari planet luar, “ Kau bodoh sekali Iuri “ dengan santainya Jere berkata seperti ini. Sontak mata bulat Iuri melotot, “ Apa kau bilang ? Aku bodoh ? “ Dia selangkah demi selangkah semakin maju mendekati Jere yang mundur ketakutan melihat perubahan sikap Iuri.
    “Bu.. bukan..” Jere mencoba mengelak. “ Ayo kita buktikan siapa yang sebenarnya bodoh dan siapa yang sebenarnya pintar ” Celetuk Iuri kesal. Dalam seketika Iuri mengacungkan telunjuknya ke ruang kosong di belakang Jere, muncullah lubang hitam yang cukup mereka masuki.
    “ Ayo masuk ! “ perintah Iuri. “ Ma.. masuk , ke.. ke dalam lubang itu ? “ Jere takut-takut menunjuk ke lubang hitam tersebut. Sesuatu terlihat berputar-putar tidak karuan di dalamnya, membuat mata Jere pusing.
    “ Ayo masuk ! Aku juga akan masuk ! “ Seketika Jere menoleh kea rah Iuri karena mendengar perintah Iuri tersebut.
    “ Jadi kita masuk ke dalam sana bersama-sama ? “ Gagap Jere hilang secara tiba-tiba. “ Hmm. Dan di dalam sana kita harus mencari jalan keluar agar bisa selamat “ tanpa berkata-kata lagi, Iuri dengan ekspresinya yang datar segera menggandeng tangan Jere, “ Siap ? “
    “ Hei, kenapa Aku harus melakukan ini ? “ Iuri tidak menjawab, malah menyeret Jere untuk ikut masuk ke dalam lubang hitam. “ Dan sekarang ada alasan bagimu untuk melakukan ini kan ? “ Iuri tersenyum sinis tanpa menoleh pada Jere. Gadis kecil yang licik, pikir Jere. Dan tubuh Jere terasa berat sekali, seperti tersedot ke dalam lubang cacing. Semuanya menjadi gelap.


    Udara di sekitar terasa pengap. Kelopak mata Jere perlahan mulai terbuka. Silau. Tampak putih. Kosong. Dimana-mana hanya putih yang terlihat. Kepalanya terasa berat sekaligus pusing. Dia berusaha meraih kepalanya, tapi tak bisa. Tanpa sadar tangannya terikat saling mengaitkan kebelakang dan kakinya tidak dapat bergerak sedikitpun, seperti diberi lem di bawah sepatunya. Dan yang lebih mencengangkan lagi, pakaiannya juga berubah. Kini dia memakai setelan kemeja formal beserta sepatu hitam mengkilat. Tubuhnya juga terasa jauh lebih tinggi.
    “ Ha..Ha..Ha..Ha.. Selamat datang peserta baru ! “ terdengar suara wanita dewasa yang nyaring. Jere terkejut. Dia semakin berusaha melepaskan ikatan yang tak terlihat ini, tetap saja nihil.
    “ Siapa kamu ? Makhluk apa kamu tinggal di tempat seperti ini ? Siapa yang kau sebut peserta itu ? “ Perasaan takut bercampur dengan bingung merayap sampai ke ulu hati Jere saat seorang wanita dewasa seumuran ibunya dan berpakaian gaun panjang tiba-tiba muncul dihadapannya.
    Secepat kilat wanita tersebut telah memegang rahang Jere, “ Kau tak perlu tau siapa aku. Yang perlu kau tau adalah kini kau peserta permainan ‘ The Exit ‘ … “
    “ The.. apa ? “ sela Jere. “ Hash, jangan sela kalimatku “ teriak wanita tersebut, “ Biar kujelaskan. The Exit adalah sebuah permainan yang aku ciptakan sebagai pelajaran bagi setiap makhluk, apapun ras makhluk tersebut di planet yang aku kunjungi, dan makhluk tersebut memang patut diberi pelajaran. Lebih tepatnya diberi hukuman “ wajah wanita tersebut menyiratkan kejengkelan dan menatap tajam kearah Jere, “ Di dalam permainan ini, pemain dituntut untuk mencari jalan keluar dalam waktu 15 menit. Jika tidak, dia akan terkurung di dalamnya selamanya. Hahahaha “.
    “ Terkurung di dalamnya selamanya ? Sebentar. Kau.. ini.. “ Jere kenal betul dengan mata hijau milik Iuri. Walau baru bertemu, dia sudah hafal dengan mata tersebut. Warna hijau yang langka, yang dia belum pernah lihat sebelumnya. Belum sempat Jere melanjutkan kalimatnya, wanita itu menyela, “ Ya. Kau benar sekali. Aku ini IURI “.
    “ Kau benar Iuri ? tapi kenapa si pendek itu bisa berubah jadi wanita cantik sepertimu ! “ Jere mendelik, seketika dia melupakan peraturan permainan tadi. Iuri lebih mendelik lagi. Ini kedua kalinya dia dihina oleh bocah tengik di depannya ini. Tapi, Iuri menahan emosinya, dia menghirup nafas panjang “ Permainan kita mulai ! “
    Seketika tubuh Jere terseret ke bawah. Dia jatuh ke ruang gelap. Jere tak dapat melihat apa-apa. Dia bahkan tak tau kenapa dia bisa berada di tempat tersebut. Di pikirannya tak ada apa-apa. Dia tak dapat mengingat apapun kecuali namanya dan tentang waktu untuk keluar yang terbatas itu.
    Mata Jere silau terkena seberkas cahaya yang tiba-tiba muncul di kejauhan sana. Dia berlari kearah cahaya tersebut. Saat dia berhasil mencapai cahaya, nuansa hitam tergantikan oleh nuansa sebuah ruangan di dalam rumah. Kini, tepat di depan Jere terdapat sebuah jendela. Dalam jarak pandang satu meter dari matanya, dia dapat melihat jam pasir bayangan yang menunjukkan sisa waktunya untuk menyelesaikan permainan ini.
Angin kencang terlihat berhembus kencang di luar, dan tiba-tiba sebuah benda jatuh dari langit. Jatuh tepat mengenai pot bunga. Dan karena terlalu cepatnya benda itu jatuh, membuat tanah di sekitar ikut hancur berantakan.
    Dengan melihat kejadian ini, dia merasakan dejavu. Tanpa pikir panjang Jere berlari keluar menuju tempat benda tersebut jatuh. Yang lebih mengherankan, walau angin berhembus kencang Jere tidak merasakan dingin sedikitpun. Rasa angin membelai kulitnya pun tidak ada.
    Betapa terkejutnya Jere ketika sampai di tempat tersebut, dia sudah dihadang oleh dua monster besar. Monster tersebut masing-masing memegang tangan seorang wanita. Wanita tersebut memberontak ingin lepas.
    “ Jere ! Tolong aku ! Aish.. lepaskan monster bodoh ! “ teriak wanita itu. Jere terkejut namanya dipanggil. Dia memang tidak mengingat wanita itu siapa, tapi hatinya terpanggil untuk menolong wanita itu. Dia mencari-cari sesuatu di sekitarnya. Jere mengambil batu yang lumayan besar dan melemparnya tepat mengenai dahi salah satu monster. Monster tersebut dengan cepat menoleh kearah Jere yang tampak kecil bagai serangga baginya.
    “ Hai monster bodoh ! Lepaskan wanita itu ! “ Jere berteriak sekuat tenaganya agar monster tersebut mendengar ucapannya.
    “ Hahaha makhluk mini memanggil kita bodoh ! Kami tidak bodoh ! “ monster-monster tersebut menghentakkan kakinya marah. Wanita tersebut ikut berguncang.
    “ Kalau kalian tidak bodoh, kalian pasti bisa membuat teka-teki untukku. Jika aku bisa menjawabnya, maka wanita tersebut bisa kalian lepaskan. Jika aku tidak bisa menjawabnya, maka tangkaplah aku juga “ Jere terpaksa mengambil langkah seperti ini. Menurutnya langkah ini adalah langkah yang paling cepat untuk melepaskan wanita tersebut. Dan dia percaya bahwa jalan untuk keluar dari permainan ini adalah dengan melepaskan wanita tersebut. Jere melirik jam pasir, masih tersisa separuh.
    Monster yang badannya dipenuhi dengan lumut hijau berpikir sejenak, “ Mmmh.. teka-teki ya “. Tiba-tiba monster yang lebih pendek nyeletuk, “ Aha, jika kau dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dariku, kau lolos. Kesempatan menjawab hanya sekali. Sekali saja kau salah, wanita ini beserta dirimu.. Tamat “ ancaman monster tersebut terdengar tidak main-main.
    Jere bersiap. “ Pertanyaan pertama, Siapa wanita ini ? “ monster lumut terkekeh mendengar pertanyaan dari saudaranya. Jere berpikir sejenak, pertanyaan macam apa ini.
“ Wanita ini... makhluk yang sejenis denganku, hanya beda genre, dan dia.. “ Jere berpikir kembali.
    “ Dia apa ? Cepat “ teriak monster pendek. Jere melirik jam pasir, tersisa 5 menit lagi, “ Dia.. sedang tertawan oleh dua monster besar “ Jere menelan ludahnya sendiri.
    “ Mmh.. boleh juga jawabanmu “. Kini giliran monster lumut yang memberikan pertanyaan, “ Berikan alasan, kenapa kamu ingin menolong wanita ini ? “ tepat saat monster menyelesaikan pertanyaannya muncullah lubang hitam yang besar jauh dibelakang monster. Jere harus cepat menjawab.
    “ Karena wanita ini adalah jenis makhluk yang sama denganku, jadi.. dia adalah temanku. Dan sebagai seorang teman, aku wajib menolongnya “ Jere mantap menjawab. Kedua monster malah tertawa, “ Hahaha.. teman ? jawaban yang sangar konyol. Kalian saja baru bertemu sekarang.. “.
    Jere menyela, “ Aku yakin pernah bertemu dengannya sebelumnya, mata hijaunya yang unik.. ya dia pasti wanita itu, dia gadis kecil itu “ Jere mengangguk mantap. Wanita itu kaget sejenak, Jere mengingatnya.
    “ Dia.. Iuri, pembuat game ini “ kata Jere tersenyum, dia melihat kearah Iuri, “ Iuri ingin aku tidak mengejeknya lagi, mengingatnya, dan menjadikannya teman meski kita baru saja bertemu “
    “ Lepaskan Aku ! “ perintah Iuri pada kedua monster, kedua monster tersebut menurut saja lantas sujud pada Iuri.
    “ Mereka.. “ Jere terkejut. Iuri tersenyum dan berjalan menuju Jere, “ Ya. Mereka bawahanku. Aku adalah putri dari planet bintang “.
    Jere lantas ikut sujud, “ Oh. Tuan putri, maafkan saya.. “. Iuri memberdirikan Jere, “ Kau tidak perlu bersujud seperti ini, ayo segera pulang. Waktumu hampir habis “
    Jere mengangguk dan berbalik, namun segera dia berbalik lagi, “ Apakah Aku masih boleh menjadi teman Tuan Putri Iuri ? “
    Iuri tersenyum, “ Kita akan menjadi teman dari sekarang sampai waktu yang tak terbatas. Suatu saat kita pasti bertemu kembali “. Jere lega mendengar jawaban ini, “ Pasti. Aku tidak akan pernah melupakan Anda. Selamat tinggal. Semoga kita bertemu kembali suatu saat “ Dia tersenyum sekali lagi kearah Iuri, lalu berlari kearah lubang hitam yang mulai hilang.
    Jere terbangun. Hatinya berdegup kencang. Apa tadi itu hanya mimpi ? Dia melihat keluar jendela, angin masih berhembus kencang diluar. Pot milik mama masih utuh. Suara tangis adik kecil terdengar. Memecah keheningan di dalam rumah. Jere melihat pakaiannya. Masih pakaian anak-anak. Dan dirinya masih anak-anak, bukan pria dewasa.
    Jere menatap langit dari balik jendela dan tersenyum. Meski kau menyebalkan, aku harap kita dapat berjumpa kembali, kata hati Jere.
    Dan sekilas dia melihat sebuah benda mirip piring terbang, terbang melewati awan di atas sana, Jere terkejut. Iuri muncul di luar jendela. Rambut kucir duanya beroyang terkena terpaan angin. Dia tersenyum kearah Jere. Begitupun juga Jere.

Komentar