CERPEN : PARANOID
Sudah lebih dari lima belas menit dia memandangi isi lemarinya. Mencari di setiap sela tumpukan baju dan menyingkirkan beberapa helai atasan yang dia gantung ke pinggir. Akhirnya dia menemukannya. Setelan kaos olahraga dan celana training. Hatinya sedikit merasa lega. Walau masih ada tumpukan kekhawatiran yang memenuhi kepalanya.
Kunci motor diambilnya dari laci dan dia pun melaju dengan motornya yang bisa dibilang motor keluaran lama. Tas perkakasnya telah tersampir rapi di bahunya. Di tengah jalan, dia merasa haus dan merasa perlu untuk berhenti sejenak di kedai kopi.
Pemilik kedai kopi sedang menyalakan televisi. Biasanya yang dia pilih adalah chanel dangdut, tapi kali ini berbeda. Dia sedang menyetel chanel yang biasanya non stop menyiarkan berita atau tayangan-tayangan berat serupa lainnya. Seorang pembawa acara menyiarkan, "...akhirnya teroris itu telah ditangkap. Sekarang polisi telah menyita beberapa barang bukti di rumahnya berupa beberapa busur panah, anak panah, perlengkapan berkuda dan kacamata renang..."
Pemuda yang sedari tadi dirudung rasa cemas mengurungkan niat untuk memesan kopi di kedai tadi. Dia lebih rela kehausan sampai esok hari daripada harus mendengar berita-berita seperti itu. Mual sekali perutnya. Seperti ada kecoak yang beterbangan random di dalamnya.
Dia kembali menyalakan motor dengan serampangan sembari sesekali mengusap peluh di dahinya. Terlintas di benaknya, ingatan-ingatan tahun-tahun lalu. Dia pernah merasakan hal yang sama seperti ini. Saat dia takut sekali untuk memakai jas dan dasi sebab takut disangka korupsi. Saat dia takut sekali untuk mengeluarkan bahkan sedikit ujung kemejanya dari celana seragam sekolah (sengaja atau tidak) sebab takut disangka anak yang hobi tawuran. Peluh kembali memenuhi dahinya. Beberapa tetesan jatuh membasahi kerah kaosnya.
Dia ingin sekali sampai di komunitas panahannya secepat mungkin sebab dengan memanah dia berharap dapat menghilangkan segala ketakutannya ini. Walaupun di sisi lain dia juga harus menelan kabar pahit bahwa salah satu teman di komunitasnya itu barusan saja ditangkap oleh densus 88 entah karena alasan apa yang dia sendiri kurang jelas, dan dia sendiri merasa semua itu tidak masuk akal.
Peluh terus membasahinya. Dia melihat sesuatu yang tidak asing di depan sana. Oh tidak! Dia kenal sekali dengan seragam itu. Dia memperlambat laju motornya dan berharap sekali tidak mengundang perhatian.
Polisi itu melambaikan tangan ke arah entah siapa. Semoga bukan dirinya.
"Berhenti."
"Tolong berhenti."
Dan pemuda itu sungguh-sungguh sudah berhenti sebab tiba-tiba dia ambruk ke tanah. Dia pingsan sebab peluh membanjirinya. Untung saja tadi motornya sempat sudah berhenti di 0 km/jam.
"Lho. Mas Mas. Orang ini kenapa ? Padahal kan saya hanya mau menanyakan mana helmnya."
April 2017
Komentar
Posting Komentar