Seputar Apa yang Sangat Saya Ingin Tumpahkan Sedini Mungkin (Bagian 1)
Sebelum Anda mulai membaca tulisan ini lebih jauh, saya ingin
memberitahu terlebih dahulu bahwa tulisan ini dibuat bukan dalam rangka ingin
meninggikan suatu kaum atas kaum lainnya atau mungkin meng-anu-kan gender
tertentu. Tapi tulisan ini sebenarnya lebih mengarah pada “Apa yang Sangat Saya
Ingin Tumpahkan Sedini Mungkin”. Jadi mari kita mulai.
Tulisan ini
ingin sekali saya tulis bermula pada ‘sesak’ yang saya rasakan akhir-akhir ini.
Dimana ada kondisi tertentu saya merasa sangat sendirian dan harus mengatasi
suatu tugas atau masalah sendirian. Padahal seharusnya ‘masalah’ tersebut harus
diselesaikan bersama-sama. Dan saya sangat tidak senang berada di kondisi
seperti ini. Benar-benar sendirian, tanpa ada dorongan semangat apapun.
Coba
bayangkan, kita terpilih menjadi seorang anggota dalam tim tugas perkuliahan
kelompok yang dibentuk secara random, dan kita adalah satu-satunya perempuan
yang ada di tim tersebut, dan tidak ada satupun anggota lain di dalam tim kita
yang peduli dengan ‘masalah’ yang sedang tim hadapi, padahal yang lainnya
semuanya adalah laki-laki. Dan posisi kita adalah perempuan. Bayangkan. Apakah
kalian pernah mendapati para lelaki seperti itu? Saya rasa di dunia hari ini
kurang lebih tidak sedikit laki-laki yang seperti ini hidup. Apakah kalian
pernah merasakan hal serupa? Saya berharap kalian tidak pernah merasakannya
seumur hidup kalian.
Laki-laki
model seperti ini tidak sedikit. Mereka bisa jadi ada di antara teman-teman
sekolah kita. Bisa jadi ada di antara teman-teman perkuliahan kita. Bisa jadi
berada di antara keluarga kita. Bisa jadi ada di antara teman kantor kita
(pecat saja!). Bisa jadi ada di antara tetangga kita. Dan lain-lain. Dan
lain-lain. Dan saya tidak berharap model-model laki-laki seperti mereka ada di
antara barisan dakwah. Tidak akan sanggup mereka.
Sekali lagi,
tulisan ini tidak dibuat seakan-akan saya ingin mengatakan bahwa ketika saya
perempuan maka saya boleh mengharapkan sesuatu yang lebih dari laki-laki, lalu
saya akan berleha-leha diatas penderitaan mereka. Bukan begitu. Tulisan ini
akan lebih fokus kepada sebab-sebab yang menjadikan adanya para lelaki yang
‘kurang/tidak’ memiliki rasa tanggung jawab, potensi yang sebenarnya mereka
miliki dan seharusnya bagaimana mereka hidup di dunia ini. Kebenaran tidak
seratus persen berada pada tulisan ini, jadi silakan dipilah-pilah mana yang
dirasa perlu dan benar dan mana yang tidak. (Ini hanya curahan hati dari
seorang penulis blogger yang abangan dan mood-mood-an).
Jika kita
berbicara tentang gender laki, para lelaki, laki-laki, pria, cowok, atau apalah
sebutannya, maka kita tidak terlepas dari fakta bahwa gender ini adalah gender
manusia yang diciptakan pertama kali─Nabi Adam AS─semoga Allah selalu
merahmati. Kita juga bisa membaca fakta bahwa semua Nabi dan Rasul juga
bergender laki-laki. Kita juga bisa mendapati fakta bahwa sebagian besar
orang-orang yang berpengaruh di dunia atau pernah menorehkan sejarah yang
membekas adalah bergender laki-laki. Ini bukan berarti gender perempuan tidak
bisa tampil di permukaan dan menjadi bermanfaat bagi orang banyak, bukan
begitu. Tapi memang faktanya begitulah spesialnya gender laki-laki. Mereka
memang diciptakan untuk menjadi di depan.
Kita juga
tahu bagaimana postur raga laki-laki juga lebih mumpuni untuk mengeluarkan
energi lebih banyak daripada wanita. Tulang-tulang dan daging-daging mereka
lebih keras, sekalipun bagi mereka yang bertubuh kecil (ini dari pengamatan
kecil-kecilan terhadap tulang dan daging adik laki-laki saya yang masih SD).
Saya juga sering mendapati fakta bahwa para lelaki tidak perlu belajar terlalu
keras untuk dapat jadi pitar dibanding wanita. Ingatan mereka lebih kuat dan
mereka mencerna informasi lebih cepat, pada dasarnya (jika mereka mau).
Gender ini
diberikan potensi yang lebih besar daripada gender satunya─perempuan─oleh Allah
SWT. Sepatutnya hal ini dimanfaatkan sebesar-besarnya. Seharusnya dapat juga membuat
mereka menjauhi sifat bergantung pada perempuan. Lihatlah mereka, diperbolehkan
oleh Allah atas mereka berkelana kemanapun mereka mau tanpa harus ada muhrim,
diharuskan oleh Allah bahwa pemimpin haruslah berasal dari gender mereka─sebab
hancurlah suatu wilayah jika dipimpin gender perempuan, adanya kewajiban jihad
atas mereka (ini hanya dan hanya jika daulah sudah ada) jika ada panggilan
jihad kecuali jika mereka ada uzur tertentu, dan lain-lain. Spesial bukan? Itu karena
mereka memiliki potensi kekuatan lebih besar dibanding gender satunya (Ingat!
Di dunia ini cuma ada dua gender yang hidup). Mereka diciptakan untuk menjadi
pemimpin perempuan, pemimpin keluarga hingga pemimpin negara.
Namun di era
sekarang ini, kita mendapati fakta di depan mata yang berbeda. Kita melihat ada
para lelaki yang lebih senang memakai blush-on dan menghindari pekerjaan
berkeringat apapun alasannya. Kita melihat ada para lelaki yang merasa enggan
bekerja keras untuk keluarga dan lupa bahwa menafkahi adalah kewajibannya yang
telah ditetapkan Allah atasnya. Kita melihat ada para lelaki yang seperti saya
ceritakan di awal, selama di masa pendidikan mereka selalu saja ‘menyusahkan’
teman-temannya─bahkan bila perlu yang perempuan juga. Bahkan sampai yang paling
menjijikkan, kita melihat ada para lelaki yang mem-video aksi nangis terharunya
karena dilamar oleh kekasihnya yang juga lelaki, lalu si lelaki ini berlagak
seperti seorang perempuan yang mendayu-dayu. Naudzubillahimindzalik. Apa yang
menyebabkan semua ini dapat terjadi? Akan kita bahas nanti.
Sebenarnya, setiap
kali mendengar kata ‘laki-laki’, maka yang tercetak dalam benak saya adalah
sosok Nabi dan para Rasul yang tulus ikhlas bersusah payah menyadarkan umatnya
tidak peduli apapun resiko yang akan mereka terima. Mungkin ini terlalu
ketinggian, maafkan. Oke saya ganti. Yang tercetak dalam benak saya berikutnya
adalah para sahabat, yang mereka bukan Nabi, tapi semangat juang mereka
berlomba-lomba menyerupai para Nabi. Bacalah, bagaimana lembutnya Abu Bakar
tapi dia tetap penuh tanggung jawab. Bacalah, bagaimana ditakutinya Umar bin
Khattab tapi dia tetap penuh tanggung jawab dan benar-benar baik hati. Bacalah
bagaimana pemalunya Utsman Bin Affan tapi dia tetap lelaki yang penuh tanggung
jawab. Bacalah bagaimana cerdasnya Ali Bin Abi Thalib, tapi cerdasnya tidak
dibuat untuk hal-hal nyeleneh malah untuk kebaikan umat dan tentunya tetap
penuh tanggung jawab. Bacalah Salman Al Farisi bagaimana dia menempuh
perjalanan jauh, rela keluar dari rumah dan kenyamanan, demi mendapatkan
kebenaran yang hakiki, pria sejati, dan tentunya penuh tanggung jawab. Dan
banyak lagi sahabat Rasul lainnya yang seakan-akan mereka adalah para lelaki
idaman bumi. Oke, mungkin mereka terlalu muluk bagi kita yang hidup di era
kapitalisme yang fasad ini. Mungkin Muhammad Al Fatih bisa menjadi
contoh lelaki yang hidupnya belum terlalu jauh dari tahun hidup kita ini,
dimana dia adalah lelaki yang penuh semangat, gairah untuk menaklukkan
Konstantinopel, dan tentunya dia bukan laki-laki yang pemalas apalagi tidak
bertaggung jawab. Dia pujaan. Dia termasuk kecintaan kaum muslim. Mungkin
Shalahuddin Al Ayyubi, Harun Al Rasyid, Imam Syafii dan kawan-kawan yang serupa
dengan mereka juga termasuk, sangat-sangat termasuk.
Tapi
seketika semua bayangan indah ini dihancurkan oleh beberapa kabar bahwa di
rezim hari ini ada lelaki yang tega memperkosa wanita bahkan memperkosa anak-anak.
Bahwa ada para lelaki yang suka mencuri, mencopet, membegal, merampok hingga
menculik dan memutilasi. Bahwa ada para lelaki pembunuh bayaran. Bahwa ada para
lelaki yang mudah balas dendam hingga bunuh diri. Bahwa ada para lelaki yang
sadis dan menjadi pemimpin genosida. Kejam. Saya tidak memungkiri bahwa ada
juga wanita yang seperti itu, tapi sepertinya tidak sebanyak laki-laki, dan
yang sedang kita bahas disini adalah gender laki-laki. Terlebih lagi dengan
segala potensi yang telah diberikan Allah SWT kepada mereka, itu semua jadi
terdengar semakin memuakkan.
Kenapa semua
ini bisa terjadi? To be continued. Tunggu penjelasan selanjutnya di
episode postingan bagian ke – 2.
Komentar
Posting Komentar