Sisi Positif Miguel Sicart dan Fakta yang Dilupakan
Sumber Gambar : https://mitpress.mit.edu/books/ethics-computer-games
Ada seorang teman menceritakan
pemahamannya tentang apa yang sebenarnya Miguel Sicart ingin sampaikan di dalam
bukunya yang berjudul The Ethics of Computer Games. Teman saya itu kira-kira
menjelaskan seperti ini, sepertinya di bab tujuh Miguel Sicart hendak
menghadirkan tips tentang teknis-teknis bagaimana etika atau moral disajikan di
dalam desain game secara baik, bukan fokus kepada moral aksi-aksi yang ada di
dalam game, hanya saja kebetulan contoh game-game yang sesuai dengan tips-tips
teknis tersebut adalah game-game yang tidak bermoral di mata publik. Buktinya
di bab enam Miguel Sicart juga tetap membahas tentang konten game yang tidak
beretika, efeknya kepada pemain, alasan dibalik developer membuat game seperti
itu dan upaya untuk mengatasi dampak tersebut.
Setelah
mendengarkan penjelasan dari sudut pandang teman saya ini, saya menjadi lebih
berpikir positif tentang sosok Miguel Sicart. Mungkin saja memang benar seperti
apa yang teman saya pahami dari buku ini. Hanya saja, bagi saya Miguel Sicart
tetap melewatkan satu fakta. Fakta bahwa yang terpenting dari pembahasan moral
atau etika adalah etika itu sendiri, bukan tentang bagaimana cara
menghadirkannya.
Terdapat
banyak kenyataan di kehidupan dunia ini yang menjadi bukti dampak dari konten
bermoral buruk di dalam game seperti kekerasan, pornoaksi dan lain-lain. Yang
terkena dampak tersebut bukan hanya anak-anak (yang notabennya akalnya belum
sempurna) tapi juga ada orang dewasa. Apakah ini berkaitan dengan mental
pemain? Bisa jadi, tapi mental itu tetap ada penyebab yang membentuknya.
Dampak-dampak
ini tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Bukan hanya konten-konten di dalam
game sebenarnya yang bisa bermasalah dalam segi etika, dalam bidang film bahkan
musik juga bisa bermasalah. Hanya saja di dalam payung liberalisme hal-hal
semacam ini selalu memiliki ruang. Saya rasa Miguel Sicart tidak lepas dari
sudut pandang liberal saat menulis bukunya ini.
Sesuai
informasi-informasi yang saya dapatkan sebelum-sebelumnya, saya memahami bahwa
sangat mungkin dampak dari konten etika di dalam game dapat mempengaruhi
tingkah laku seseorang. Buktinya adanya kasus-kasus akibat game yang terjadi di
berbagai belahan dunia. Tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh pemahamannya,
dan pemahamannya dipengaruhi oleh pemikirannya. Pemikiran seseorang terbentuk
dari informasi-informasi yang dia terima selama hidupnya. Informasi-informasi
yang paling banyak dia serap dalam kesehariannya adalah yang akan menjadi
dominan menguasai pemikirannya. Apakah pemikiran seseorang dapat berubah?
Sangat mungkin. Kembali lagi, tergantung oleh informasi-informasi yang banyak
dia serap.
Coba
dianalogikan kepada pemain game kelas berat. Dia memenuhi hari-harinya dengan
banyak bermain game, semisal game yang dia mainkan penuh dengan konten
kekerasan, kira-kira apakah pemikirannya akan terpengaruh dengan ini? Sangat
mungkin. Jika dia tidak sampai melakukan kekerasan kepada orang lain, minimal pemikirannya
akan kekerasan ini akan terungkap dalam ranah bicara atau topik-topik obrolan
yang dia lontarkan.
Ini yang
Miguel Sicart lupakan. Memang benar, game yang mendorong atau membiarkan pemain
menilai moralnya sendiri, seperti yang telah dijelaskan dalam sesi “Desain
Etika Game Terbuka” dan “Desain Etika Game Tertutup” adalah game yang
menghormati etika pemain. Tapi etika pemain ini lama-kelamaan tidak dapat
dipungkiri dapat berubah seiring dengan semakin sering dia memainkan game
tersebut. Moral pemain tidak ujug-ujug ada, tapi moral itu terbentuk
oleh informasi-informasi yang tiba kepadanya.
Seperti yang
Miguel Sicart contohkan, salah satu game yang baik dari sudut pandang etika
adalah Manhunt sebab game ini mampu mencerminkan moral pemain tanpa mengurangi
penghormatan game kepada moral pemain (tidak ada doktrin mana etika baik dan
buruk atau evaluasi etika). Namun menurut saya Miguel Sicart melupakan satu
fakta bahwa seiringnya pemain memainkan game maka moralnya akan terpengaruh
oleh game itu sendiri. Jadi, game seperti ini memang mengikuti arah etika
pemain, namun game secara tidak langsung juga sedang mengarahkan etika pemain
dengan tanpa menunjukkan bahwa game tersebut sedang mendoktrin pemain. Ini
justru berbahaya.
Jujur saja
saya juga pernah mengalami kondisi seperti ini, dimana informasi-informasi yang
sedang banyak saya konsumsi sedikit banyak mempengaruhi pemikiran saya (meski
bukan game). Seperti ketika saya sedang banyak-banyaknya membaca novel atau
cerita klasik yang penuh dengan pemikiran filsafat, pemahaman saya dalam
memandang sesuatu juga terpengaruh olehnya. Setelahnya, jika saya berganti
dengan banyak membaca buku-buku agama, maka pemahaman filsafat yang nyantol
di otak saya tadi mulai luntur seiring banyaknya informasi-informasi agama yang
saya serap hingga pemahaman saya tergantikan dengan pemahaman agama.
Disamping
itu, saya tidak akan menyalahkan Miguel Sicart beserta pemikiran-pemikirannya,
sebab tentu pemikiran Miguel Sicart ini dipengaruhi oleh informasi-informasi
yang beliau dapatkan dan informasi-informasi itu berasal dari lingkungan di
sekitarnya. Kita tidak dapat menyalahkan secara mutlak kepada orang-orang yang
memiliki pemikiran seperti ini sebab payung yang sedang melingkupi dunia-lah
yang memang menciptakan atmosfer pendorong terbentuknya manusia-manusia dengan
pemikiran seperti ini.
Komentar
Posting Komentar