Berkunjung ke Study in Japan Fair 2017 Surabaya
Setelah
sekian lama tidak menulis disini, akhirnya menulis lagi. Maksudnya, setelah
sekian lama tidak menulis tulisan berbobot. Tulisan terakhir kan cuma membahas
tentang adik-adik kecil Ulzzang.
Tulisan ini
berisi beberapa informasi yang kudapat dari kunjunganku ke pameran studiJepang kemarin
siang di Study in Japan Fair 2017. Lokasinya di The Square Ballroom Surabaya
dimulai dari pukul 19.30 sampai sore hari. Tapi kemarin aku hanya berkunjung
sampai sekitar jam 1 siang karena sudah cukup lelah berputar-putar di beberapa
booth. Beberapa temanku tetap melanjutkan stay disana saat aku pulang, karena
ya mereka yang lebih antusias dengan ini daripada aku.
Sebenarnya
Study in Japan Fair 2017 ini juga ada di Jakarta tanggal 8 Oktober 2017. Yap,
tepat. Hari ini! Jadi buat kalian yang sempat baca ini sekarang bisa langsung
cus aja berangkat ke Assembly Hall Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC),
jam-nya mulai dari 10.30 pagi sampai sore. Buat kalian yang tertarik melanjutkan
studi ke Jepang lho ya.
Warning!
Tulisan ini bukan dalam rangka mempromosikan Jepang atau manas-manasi buat
sekolah ke Jepang atau promosi tentang Study in Japan Fair. Bukan. Tulisan ini
hanya bagian dari usahaku untuk menyampaikan informasi. Itu saja. Barangkali
ada yang sedang membutuhkannya. Atau barangkali ini berguna untuk sebagian
kecil orang. #justkidding. Dan informasi kutulis disini hanya yang kupahami
saja atau yang berhasil kudapatkan. Selebihnya, tentang kebenarannya atau
tentang kepastiannya, bukan tanggung jawabku. #kabur
#akuyangnuliskokkalianyangprotessih #dilarangprotes.
Oke kita
mulai saja. Jadi acara ini dibagi atas dua ruang, ruang pameran dan orientation
room. Pembukaan acara yang cuma sebentar diadakan di orientation room. Nah,
selanjutnya pada jadwal-jadwal tertentu akan ada seminar-seminar singkat yang
diadakan di orientation room ini. Seminar-seminar yang dapat memberikan
informasi tentang studi di Jepang seperti bagaimana caranya mendaftar sekolah
disana, beasiswa, tes-tesnya dan sebagainya. Nanti saat datang ke acaranya
kalian akan dapat buku panduannya yang berisi jadwal-jadwalnya dan peta
booth-booth-nya kok, jadi tenang saja. Dapat dipastikan tidak akan kesasar.
Hihi.
Di ruang
pameran berjajar banyak dan berbagai macam booth yang berhubungan dengan studi
di Jepang seperti Universitas, Professional Training College, Lembaga
Pendidikan Bahasa Jepang, Lembaga Beasiswa dan institusi yang berhubungan jenis
lainnya.
Tersebab
boothnya sangat banyak, aku hanya sempat mampir di booth-booth yang cukup
diminati saja. Apalagi kalau bukan booth-booth yang masih cocok dengan
jurusanku, jurusan Teknologi Game. Dan booth-booth ini masuk di kategori
Professional Training College. Ada sih yang masuk di bagian Universitas, satu
booth.
Yang akan
dibahas pertama adalah yang Universitas. Aku hanya sempat mengunjungi satu
booth Universitas yaitu Digital Hollywood University. Dengar dari namanya saja
sudah kerasa seperti Hollywood ya? Yup. Di Universitas ini menyediakan berbagai
jurusan yang berhubungan dengan Hollywood. Ada jurusan Film, Animasi, Desain,
3D, Game dan lain-lain. Sepertinya sih bahkan Universitas ini ada hubungannya
dengan perfilman Hollywood, seperti ada kerjasama gitu. Sepertinya lho ya.
Kalau penasaran bisa kalian langsung search saja di mbah Google. Nah yang jaga
booth kebetulan murid sana yang orang Indonesia. Jadi lumayan enak, waktu
tanya-tanya dijelasinnya pakai bahasa Indonesia.
Sedikit info
tentang DHU ini, sekolah disana lamanya 4 tahun karena ya Universitas. Mereka
juga mengadakan tes masuk di Indonesia pada jadwal-jadwal tertentu, jadi tidak
usah susah-susah pergi ke Jepang hanya untuk tes. Ada tes wawancaranya juga.
Disana juga ada kuliah untuk jenjang S2-nya juga, tapi kalau yang ini tes-nya
harus di Jepang.
Lanjut. Kita
ke JEC. Japan Electronics College. Kalau yang ini bukan Universitas tapi lebih
ke Politekniknya. Diploma gitu. Belajarnya bukan belajar teori-teori, tapi lebih
ke praktek. Lebih ke mengembangkan skill. Jurusan-jurusan yang tersedia ya
seputar elektronik, seperti Animasi, Game, Programming, Mobile Application, Bisnis
dan lain-lain. Klaim mereka, jurusan game dan CG di mereka adalah yang paling
banyak dicari oleh perusahaan-perusahaan di Jepang. Terus di booth mereka juga
menampilkan berbagai tayangan hasil karya murid-murid mereka. Bagus bagus T.T .
Bikin saya sedih sendiri sebagai lulusan jurusan Teknologi Game. Hehe.
Kuliah di
Jepang memang cukup menjanjikan (dalam segi pengembangan skill dan penyerapan
tenaga kerja), tapi ya gitu bayarnya booook, kalau nggak dapat beasiswa pingsan
sudah. Rata-rata 20 juta per bulan. Ini belum biaya tempat tinggal dan
kebutuhan sehari-hari. Biaya kehidupannnya rata-rata 10 juta per bulan. Ini
bukan yang foya-foya lho ya. Kalau yang foya-foya beda lagi.Secara kurs mata
uang disana kan lebih besar daripada Indonesia. Kalau JEC ini sekolahnya bisa
pilih yang 2 tahun atau 3 tahun. Ya seperti Diploma. Cukup singkat sih ya.
Sekolahnya tidak ada batasan umur maksimal buat masuk disana. Minimalnya 18
tahun. Jadi buat yang baru lulus SMA boleh-boleh saja kalau mau sekolah disana.
Tapi kata mereka, kalau lulus darisana terlalu tua takutnya susah cari kerja.
Soalnya kalau di perusahaan-perusahaan ada batas maksimal umur penyerapan
tenaga kerja. Sama sih dengan di Indonesia. Klaim mereka lagi, mereka ada
lulusan umur 40 tahun, tapi masih bisa dapat kerja. Ya congrats deh buat yang
lulus itu, rezekinya dia.
Berikutnya Toho
Gakuen Media Training College. Kalau yang ini sama seperti JEC tadi, sejenis
Diploma. Bahasa Jepangnya sih ‘Semonggaku’ , kalau tidak salah dengar. Nah
kalau di College satu ini jurusan-jurusannya bukan hanya seputar komputer, tapi
lebih ke entertainment. Ada jurusan Animasi (Anime), Manager Artist, Penyanyi,
Dancer, Dubbing, Novel (Penulis Novel) dan lain-lain. Nah yang dekat dengan
jurusan kita kan Animasi, jadilah kami bertanya tentang ini. Ternyata disana
itu kalau jurusan Animasi diajarkan dari proses pembuatan awal sekali sampai
hasil jadi seperti anime-anime yang suka kita tonton itu. Banyaaaak banget
prosesnya. Detail. Dari yang storyboard sendiri. Gambar karakter sendiri.
Gambar background sendiri. Mewarnai karakter sendiri. Dubbing sendiri. Dan
dengan sekolah disana semua tahap akan diajarkan. Tapi nanti waktu kerja, hanya
satu tahap bagian pembuatan animasi yang akan kita kerjakan. Yap! Cukup enak
ya. Jadi nggak pusing-pusing mengerjakan banyak macam berupa-rupa. Jadi kalau kita
passion dan bisa di storyboard, ya di perusahaan kita bakal mengerjakan
storyboard saja. Tidak ikut campur di proses-proses yang lain. Dan mereka
mengklaim juga, setelah sekolah disana bisa mendapatkan pekerjaan karena mereka
bekerjasama dengan berbagai perusahaan. Lama sekolahnya 2 tahun.
Temanku
sempat bertanya tentang jurusan dubbing juga karena dia tertarik dengan jurusan
itu. Aku juga sih. Secara yang cukup kunikmati saat (pernah) melihat anime
adalah suaranya. Lucu lucu sedap didengar gitu hihi. Ternyata saat sudah lulus
dari jurusan dubbing ini persaingan terserap ke dunia kerjanya jauh lebih sulit
daripada animasi. Setiap lulusan harus berusaha mengikuti audisi-audisi dubbing
ini.
Setelah itu
kami pergi ke booth sekolah bahasa. Karena ... apa? Kalau mau studi ke Jepang
itu rata-rata harus bisa bahasa Jepang setingkat N2! Itu udah bahasa bisnis.
Tingkatan bahasa Jepang itu ada 5. Yang paling rendah N5, yang paling tinggi
N1. Bisa dibayangkan bagaimana susahnya N2? Ini bahasa Jepang lho ya, bukan
bahasa Inggris. Bahasa Inggrisku saja masih pasif wkwk. Harus bisa bahasa
Jepang ini dengar-dengar diwajibkan sama kementerian Jepangnya. Ya karena
penduduk disana kebanyakan tidak bisa berbahasa Inggris. Yang intelektualnya
saja cukup jarang yang bisa, apalagi orang-orang awam yang ada di
kampung-kampung. Mereka menghargai bahasa mereka sendiri ya, Indonesia kapan
bisa mewajibkan orang luar minimal bisa bahasa Indonesia setingkat N5 jika
berkunjung kesini? Wkwk.
Alhasil cara
agar bisa berbahasa Jepang adalah dengan kursus bahasa atau sekolah bahasa
Jepang. Katanya kalau sekolahnya di Indonesia bakal lama banget bisanya,
apalagi kalau mencapai N2. Nah yang lebih efektif adalah sekolah bahasa di
Jepangnya langsung. Programnya rata-rata dari berbagai booth sekolah bahasa,
kalau belum bisa bahasa Jepang sama sekali, maka visa yang bisa dikeluarkan
adalah visa 3 bulan. Jadi belajarnya 3 bulan dulu untuk mencapai bisa bahasa
Jepang tingkat N5. Baru setelah itu berangkat lagi kesana melanjutkan ke
tingkat selanjutnya. Kalau awalnya sudah bisa sampai tingkat N3, maka disana
tinggal belajar satu tahunan buat bisa menuju tingkat N2. Bayarnya berapa? 70
juta pertahun! Yaa lebih murah sih daripada yang studi beneran tadi. Tapi ya
tetap mahal ya buat orang pas-pasan hihi. Sekali lagi, ini belum termasuk biaya
hidup. Di sekolah bahasa biasanya juga sekalian sama belajar budaya Jepang. Satu
paket. Soalnya bisa cukup berabe kalau sampai salah menempatkan diri di tengah
budaya Jepang, konon katanya sih begitu.
Setelah itu kita
pergi ke booth beasiswa, salah satunya JASSO. Ini lembaga yang cukup tidak
asing di telinga orang-orang yang tertarik untuk studi ke Jepang. Buat dapat
beasiswa JASSO tidak mudah. Ada syarat-syarat yang harus ditempuh termasuk
tes-tesnya. Ada tes EJU juga selain tes bahasa Jepangnya. Aku kurang paham sih
EJU ini tes seperti apa. Intinya EJU ini tes untuk orang asing yang mau studi
ke Jepang. Terus kalau mau dapat beasiswa dari JASSO, harus melalui kampus yang
ada disana dulu. Jadi intinya harus lolos masuk sana dulu, terus darisana
mengurusnya, direkomendasi atau tidak.
Oke, sekian
informasi yang dapat kusampaikan. Dari kunjungan kemarin itu, aku jadi tahu
kurang lebih seperti apa orang Jepang. Mereka cukup ramah sih, bukan tipe-tipe
yang sok-sok-an. Walau ada sih satu orang yang enggan menatap mata lawan
bicaranya saat berbicara, tapi sepertinya karena malu deh (positif thinking itu
baik kan?). Nggak tahu lagi kalau ramah karena ada maunya, menarik pengunjung
untuk studi ke Jepang? Sales mana sih yang tidak ramah hihi.
Terus
kusarankan sekali kalau datang ke pameran Jepang begini, yang jaga kan bisa dipastikan
ada orang Jepangnya, nah kalau sendirian, pastikan diri ini bisa bahasa Jepang minimal
sedikit-sedikit dan bisa berbahasa Inggris, karena kalau tidak, siap-siap
melongo saja. Soalnya ada orang Jepang yang menjaga stand dan tidak bisa
berbahasa Inggris, walaupun dia ya orang intelektual, seperti yang telah
kukatakan sebelumnya.
Kalau tidak
bisa, ya berbarenglah pergi kesana dengan teman yang cukup bisa diandalkan
dalam ranah bahasa hihi. Biar nggak malu-maluin wkwk. Di setiap booth
sebenarnya ada sih penerjemahnya minimal satu orang (orang Indonesia), tapi
kalau booth sedang ramai, penerjemah kan tidak bisa melayani semuanya bersamaan.
Saat pulang,
aku sedikit berpikir sih, kenapa ya Jepang cukup getol dalam menarik orang
asing studi atau kerja ke negaranya? Apa karena mereka kekurangan SDM muda?
Dengar-dengar sih angka kelahiran disana lebih kecil dari kematiannya.
Muda-mudi nya lebih sedikit dari tua-tuirnya. Ya karena pola kehidupan yang
kurang seimbang. Banyak yang bunuh diri lagi. Semoga saja Indonesia nggak
sampai jadi begitu ya. Soalnya bagaimana caranya Indonesia menarik pekerja asing
kesini? Kalau investor asing atau pengeruk SDA dari asing sih nggak usah dicari
sudah datang-datang sendiri. Hihi #peace
#inihanyacelotehorangyangkurangcukuptahu
Sekian.
Sudah lelah mengetik. Bye!
Catatan: Aku tidak sempat foto-foto disana. Sama sekali.
Komentar
Posting Komentar