[RESENSI] Le Petit Prince : Buku Cerita Anak Sindiran untuk Sang Dewasa

Judul : La Petit Prince
Pengarang : Antoine De Saint-Exupery
Penerbit : Gramedia
Tahun : Cetakan ke 9 , 2018
Peresensi : @designariny (IG)



Buku cerita anak untuk orang dewasa. Itulah yang pertama kali muncul di benakku saat pertama kali membaca bab bab awal buku ini beberapa tahun lalu.
Saat itu aku bertanya pada temanku apakah dia punya novel rekomendasi, lalu La Petit inilah yang dia berikan. Oke dari sampulnya menarik. Sangat malah. Khas cerita anak. Dongeng mungkin ya? Pikirku saat itu.

Saat membaca bab pertama, tokoh utama langsung menceritakan tentang kisahnya saat berumur enam tahun, dia mengeluh soal orang orang dewasa yang tidak bisa menebak gambar apa yang sedang dia gambar. Padahal itu gambar ular sanca yang menelan gajah! Menurutnya, para orang dewasa harusnya dapat menebak itu, tapi mereka malah menyuruhnya untuk tidak memikirkan apakah gambar itu ular sanca terbuka atau tertutup dan menyuruhnya belajar ilmu pasti dengan rajin karena itu lebih bermanfaat. Dan mulai dari sini tokoh utama terus mengutarakan pemikirannya tentang orang dewasa, yang menurutnya tidak sejalan dengan dirinya.


Seiring berjalannya waktu, tokoh utama pun beranjak dewasa. Dia pun memiliki pemikiran yang sama seperti orang dewasa pada umumnya. Di suatu perjalanan, saat pesawatnya mogok di tengah padang pasir dan dia sendirian, datanglah seorang anak kecil dengan pakaian aneh yang memintanya untuk menggambar domba. Dari sinilah semakin banyak ungkapan-ungkapan atau filosofi dengan topik pemberontakan anak-anak terhadap orang dewasa.

Contohnya seperti dialog ini, saat pangeran kecil menanyakan tentang kemungkinan apakah domba domba akan memakan bunga yang ada di planetnya. Lalu tokoh utama masih dengan kesibukannya membetulkan pesawat menjawab sekenanya. Dia tidak benar benar mendengarkan. Dia mengatakan dengan tersirat bahwa pertanyaan pangeran kecil bukan termasuk hal serius. Dan pangeran kecil dapat menangkap pesan tersirat itu. Dia marah dan berkata,
"Kamu bicara seperti orang dewasa! Kau mengacaukan segalanya. Aku kenal planet yang dihuni seorang bapak berkulit merah padam . Ia belum pernah menghirup bunga. Belum pernah memandang bintang. Belum pernah mencintai seseorang. Belum pernah berbuat apa apa selain menghitung dan sepanjang hari ia berkata seperti kamu, 'aku oranh serius!' dan itu membuat dadanya busung dan congkak. Tapi ia bukan manusia, dia jamur!"

"Kalau seseorang mencintai bunga yang hanya tumbuh setangkai saja di sekian jutaan bintang. Ia berkata dalam hati, bungaku ada nun jauh disana, tetapi bila domba memakan bunga itu, baginya seakan akan semua bintang tiba tiba padam, apakah itu tidak penting?"

Bagaimana? Novel ini berisi penuh sindiran untuk orang dewasa. Jujur, saya sendiri terkadang juga tidak terlalu dapat mengikuti pola pikir dan kebiasaan orang dewasa pada umumnya, seperti saat melihat lampu yang bagus atau langit yang cantik atau kucing yang lucu, lalu ingin mengabadikannya dengan kamera hape, ada saja orang dewasa yang menganggap itu tindakan aneh. Dan bahkan bagi mereka pembicaraan gosip setiap kali kunjungan lebaran adalah lebih penting? Mengatakan aib seseorang dari satu orang dewasa ke orang dewasa lainnya, lalu mereka merasa dan terang terangan mengatakan bahwa diri mereka lebih baik dari si hina dina itu. Entahlah, aku tak dapat menerima konsep ala orang dewasa ini.

Dan meski aku memiliki sedikit ikatan dengan tokoh tokoh yang ada di novel ini, nyatanya sampai sekarang pun aku belum selesai membacanya karena dialognya yang terbilang cukup berat untuk dipahami. Padahal buku ini tipis sekali :)

Resensi ini juga dapat dibaca di wattpad: Resensi Le Petit Prince

Komentar